Bagikan

Dr. Mufdlilah., S.Pd., S.SiT., M.Sc, Tri Hapsari L., S.ST., MH, Agung Nugroho., A.Md., MPH

Stunting masih menjadi masalah gizi utama di Indonesia. Stunting dapat mempengaruhi kualitas hidup anak bahkan dapat menyebabkan kematian. Anak yang mengalami stunting pada usia dibawah lima tahun ada 149.2 juta pada tahun 2020. World Health Organization (WHO) menyatakan terdapat 186 juta anak stunting di dunia, 90% diantaranya tersebar di 36 negara berkembang, termasuk Indonesia. Pada tahun 2018, prevalensi stunting di Indonesia menempati urutan kelima terbesar di dunia. Angka stunting di Indonesia menurun, pada tahun 2019 angka stunting sebesar 27.67% dibandingkan pada tahun sebelumnya sebesar 29.9%. Stunting di Indonesia masih dinilai tinggi karena belum mencapai target World Health Organization (WHO) sebesar 20% (BKKBN, 2021). Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Balita Terintegrasi (SSGBI) Indonesia tahun 2019, D.I Yogyakarta sebesar 10.69%, artinya proporsi stunting di D.I Yogyakarta sudah menurun dibandingkan tahun lalu 12.37%, artinya terdapat kejadian stunting. Daerah Istimewa Yogyakarta untuk angka stunting sudah baik. Namun masih terdapat anak dibawah usia 5 tahun yang mengalami stunting. Stunting di D.I Yogyakarta disebabkan karena rendahnya pengetahuan ibu tentang Pemberian Makan Bayi dan anak atau responsive feedding, kurangnya asupan gizi dan pola asuh yang salah pada masa 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) akan berdampak pada masa yang akan datang (Dinas Kesehatan D.I. Yogyakarta, 2020).

Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kesmiskinan mengatakan Penyebab stunting yaitu praktek pengasuhan yang kurang baik hal ini termasuk dalam pemberian makan pada bayi dan anak, masih terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan antenatal care, post natal care, dan pembelajaran dini yang berkualitas, masih kurangnya akses rumah 2 tangga/keluarga ke makanan bergizi, dan kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi. Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan D.I. Yogyakarta, 2020 bahwa Angka kejadian stunting di Indonesia pada tahun 2018, terdapat 12.8% balita sangat pendek dan 17.1% balita pendek yang sebelumnya tahun 2017 sebesar 6.9% balita sangat pendek dan balita pendek sebesar 13.2% (Kementerian Kesehatan RI, 2020). Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Balita Terintegrasi (SSGBI) Indonesia tahun 2019, D.I Yogyakarta sebesar 10.69%, artinya proporsi stunting di D.I Yogyakarta sudah menurun dibandingkan tahun lalu 12.37%, artinya terdapat kejadian stunting.

Ibu yang memiliki pengetahuan, sikap dan praktik  yang buruk terhadap pemberian makan pada anak dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan. Data menunjukkan ibu yang memiliki pengetahuan sikap yang rendah tentang responsive feeding berisiko 10 kali lebih besar memiliki anak stunting (Septamariani et al., 2019). Pendidikan dan konseling tentang pemberian makan pada anak bagi masyarakat untuk dapat memahami pentingnya gizi bagi ibu sejak ibu mengandung sampai anak usia 2 tahun. Pengetahuan ini sangat berpengaruh dan menjadi bagian penting dari upaya penanggulangan stunting. Masih ada balita yang mengalami stunting dikarenakan pengetahuan dan sikap orang tua atau keluarga dalam pola pengasuhan, masih terdapat ibu dalam pemberian makanan pada anaknya yang kurang tepat sehingga perlu upaya untuk meningkatkan pengetahuan ibu dan merubah sikap ibu tentang cara memberikan makan pada anak. Upaya yang dapat dilakukan dengan memberikan informasi kepada ibu tentang responsive feeding melalui penyuluhan kepada masyarakat yang diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan ibu tentang responsive feeding sehingga ibu dapat mempraktikkannya dalam pemberian makan pada anak secara tepat. Pemberian penyuluhan dengan melakukan pendekatan kepada masyarakat dan kelompok organisasi Muhammadiyah-Aisyiyah dalam membantu keberhasilan program percepatan pencegahan stunting.

Kejadian stunting di kabupaten Sleman masih terdapat beberapa anak. Upaya ini perlu dilakukan untuk menanggulanginya dengan upaya pengembangan dan kerjasama. Permasalahan yang masih terjadi yang mengalami stunting disebabkan oleh pengetahuan dan sikap orang tua/keluarga dalam pola pengasuhan, masih terdapat ibu dalam pemberian makanan pada anaknya yang kurang tepat sehingga perlu upaya untuk peningkatan pengetahuan dan merubah sikap ibu cara memberikan makan pada anak. Upaya yang dilakukan dengan memberikan informasi kepada ibu tentang responsive feeding dengan harapan ibu dapat mempraktikan dalam pemberian makan pada anaknya secara tepat. Pemberian penyuluhan dengan melakukan pendekatan kepada masyarakat untuk membantu keberhasilan program percepatan pencegahan stunting. Kegiatan inovasi ini melibatkan masyarakat dengan organisasi lembaga Aisyiyah untuk memberikan perlindungan kepada anak. Hal yang harus diperhatikan bukan hanya pada 1000 HPK sampai dewasa awal, karena kejadian stunting terlihat setelah anak usia diatas 2 tahun. Perlu diperkenalkan konsep 8000 HPK (Bundy, 2017). Fase sensitif menentukan perkembangan fisik, kognitif, intelektual remaja, tantangan masa kini dan investasi kesehatan anak dan remaja. Responsive feeding adalah pemberian M-PASI dengan cara yang benar (Unit Kerja Koordinasi Nutrisi dan penyakit Metabolik Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2015). Pengetahuan ibu yang baik tentang asupan gizi sejak masa hamil dan nutrisi pada bayi dan balita dapat menghambat terjadinya stunting (Teja, 2019).

Upaya menjaga kelangsungan hidup anak, setiap orang tua harus menyadari bahwa setiap anak yang lahir berhak untuk hidup dan tidak boleh menyia – nyiakan. Sebagaimana dalam firman Allah SWT: “ Dan janganlah kamu bunuh anak – anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rizki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.” (Al Isra: 31). Agama Islam juga mengajarkan tentang kewajiban orang tua dalam memelihara anak, terutama dalam bentuk bimbingan dan pendidikan agar anak – anak terhindar dari berbagai hal yang merusak pertumbuhan dan perkembangan. Terkandung dalam firman Allah “Hai orang – orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (At – Tahrim: 6).