Bagikan

Oleh Dr. M. Nurdin Zuhdi, S.Th.I., M.S.I. (UNISA Yogyakarta)

Agama Islam bukan hanya mengajarkan kita untuk shalih secara individual, namun juga shalih secara sosial. Apa lagi di musim pendemi yang sedang melanda negeri ini. Keshalihan sosial kita benar-benar sedang diuji dimusim pademi ini. Pandemi Covid-19 akan menguji dan menyeleksi secara alami, siapakah Muslim sejati?

Lima Ciri Muslim Sejati

Imam Hasan Al-Banna pernah merumuskan tentang ciri-ciri pribadi muslim sejati yang bisa kita buat sebagai acuan di musim pandemi ini.

1. Saliimul Aqiidah: Akidah yang Lurus/Bersih

Sebagai seorang muslim, hal paling mendasar dan penting adalah miliki akidah yang lurus atau bersih. Akidah yang lurus yaitu mentauhidkan Allah tanpa sedikitpun ada keraguan dan tidak bercampur dengan apapun. Dengan aqidah yang lurus, seorang muslim akan memiliki ikatan yang kuat kepada Allah swt., dan dengan ikatan yang kuat itu dia tidak akan mudah menyimpang dari jalan dan ketentuan-ketentuan-Nya. Apa lagi dimusim wabah seperti saat ini, keimanan dan akidah umat Islam sedang diuji. Mengeluh atau tetap bersyukur. Tetap beriman atau sebaliknya menjadi kufur.

Dengan kebersihan dan kemantapan aqidah, seorang muslim akan menyerahkan segalanya hanya kepada Allah swt. sebagaimana tergambar dalam surat Al-An’am berikut: “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku, semua bagi Allah Tuhan semesta alam” (QS Al-An’am:163). Karena pentingnya memiliki aqidah yang lurus, Rasulullah saw. dalam periode awal da’wahnya di Makkah pada waktu itu yang diutamakan adalah pembinaan aqidah terlebih dahulu.

2. Shahiihul Ibadah: Ibadah yang Benar
Dalam beribadah, seorang muslim harus mendasarkan semuanya pada nash-nash yang benar dan ittiba’ (meneladani) nabi. Tidak boleh kita melakukan ibadah tanpa dasar sama sekali atau bahkan melenceng dari apa yang diajarkan oleh nabi. Nabi saw. bersabda: “Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat.” (HR. Bukhari). Dari ungkapan hadis ini maka dapat disimpulkan, bahwa dalam melaksanakan setiap peribadatan haruslah ittiba’ kepada sunnah Rasul saw. yang berarti tidak boleh ada unsur penambahan atau pengurangan.

Rasulullah saw. bersabda:
مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam urusan kami ini (urusan agama) yang tidak ada asalnya (dasarnya), maka perkara tersebut tertolak” (HR. Bukhari No. 2697 dan Muslim No. 1718)

Dimusim wabah seperti saat ini, segala bentuk aktivitas ibadah yang biasanya dilakukan diruang publik terpaksa harus rela dirumahkan sementara. Himbauan pemerintah dan MUI untuk “ibadah di rumah saja” memaksa umat Islam harus meniadakan shalat jamaah dan shalat jumat di masjid.

Namun demikian, semua harus mengikuti panduan ibadah yang sudah ditetapkan baik oleh MUI atau Majelis Tarjih dan Tajidid PP Muhammadiyah, termasuk panduan shalat Idul Fitri nanti. Jangan beribadah menggunakan buku panduan pribadi. Karena bisa salah jalan nanti.

3. Matiinul Khuluq: Akhlak yang Mulia

Akhlak yang mulia merupakan sikap dan prilaku yang harus dimiliki oleh setiap muslim, baik dalam hubungannya kepada Allah maupun dengan sesama makhluk-makhluk-Nya. Dengan akhlak yang mulia, manusia akan bahagia dan selamat dalam hidupnya, baik di dunia maupun di akhirat. Karena begitu penting memiliki akhlak yang mulia bagi umat manusia, maka Rasulullah saw. diutus untuk memperbaiki akhlak.

Nabi saw bersabda:
إِنَّمَا بُعِثْتُ لأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الأَخْلاقِ
“Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak.” (HR. Al-Bayhaqi)

Keagungan akhlak Beliau diabadikan oleh Allah di dalam Al-Qur’an, Allah berfirman: “Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar memiliki akhlak yang agung.” (QS. Al-Qalam:4).

Akhlak yang telah Rasul saw. contohkan diantarnya adalah saling tolong nemenolong dalam kebaikan (ta’awun). Apa lagi dimusim pandemi seperti saat ini, sisi kemanusiaan kita benar-benar sedang diuji. Berbagi dan saling mengulurkan tangan dimusim pandemi adalah akhlak yang sangat terpuji. Rasul saw. juga mencontohkan bagaimana caranya menghormati jenazah.

Rasulullah saw. dalam hadis yang di riwayatkan oleh Imam Muslim digambarkan bahwa Beliau pernah berdiri menghormati jenazah non Muslim (Yahudi). Jika jenazah non Muslim saja Beliau hormati, masak kita yang mengaku sebagai pengikutnya ada yang berani menolak jenazah muslim? Muslim sejati tidak akan pernah menolak jenazah, sekalipun itu jenazah pasien positif Covid-19.

4. Mujaahidun Linafsihi: Berjuang Melawan Hawa Nafsu

Berjuang melawan hawa nafsu merupakan salah satu kepribadian yang harus ada
pada diri seorang muslim. Setiap manusia memiliki kecenderungan pada yang baik dan yang buruk. Melaksanakan kecenderungan pada yang baik dan menghindari yang buruk amat menuntut adanya kesungguhan. Kesungguhan akan ada manakala seseorang berjuang dalam melawan hawa nafsunya. Sebab itu, hawa nafsu yang ada pada setiap diri manusia harus diupayakan tunduk pada ajaran Islam.

Rasulullah saw. bersabda:
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يَكُوْنَ هَوَاهُ تَبَعًا لِمَا جِئْتُ بِهِ
“Tidaklah beriman salah seorang di antara kalian sampai ia menundukkan hawa nafsunya untuk tunduk pada ajaran yang aku bawa.” (Diriwayatkan dalam kitab Al-Hujjah dengan sanad yang shahih menurut Imam Nawawi).

Dimusim pandemi seperti saat ini, money politik sudah banyak terjadi. Telah banyak pemberitaan tentang sebagian pejabat berwenang yang menyalah gunakan bantuan sosial (bansos) untuk warga yang terdampak Covid-19. Tentu hal semacam ini sangat disayangkan. Disaat masyarakat membutuhkan dukungan moral dan material, justru ada yang memanfaakan untuk kepentingan pribadi yang tidak manusiawi. Muslim sejati harus bisa berjuang melawan hawa nafsunya, termasuk hawa nafsu untuk tidak korupsi.

5. Naafi’un Lighairihi: Bermanfaat Bagi Orang Lain

Muslim sejati adalah muslim yang mampu memaksimalkan potensi yang ada pada dirinya untuk kebermanfaatan untuk orang lain sebanyak-banyaknya. Himbauan social dan phsycal distancing bukan berarti harus membatasi kita untuk beramal shalih. Saat ini jarak fisik memang harus direnggangkan, namu solidaritas harus semakin dirapatkan.

Rasulullah saw. bersabda:
خَيْرُ الناسِ أَنْفَعُهُمْ لِلناسِ
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia.” (HR. Ahmad).

Allah swt. berfirman:
إِنْ أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ
“Jika kalian berbuat baik, sesungguhnya kalian berbuat baik bagi diri kalian sendiri.” (QS. Al-Isra: 7)

Rasulullah saw. bersabda:
مَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ الله فِي حَاجَتِهِ
“Barangsiapa membantu keperluan saudaranya, maka Allah akan membantu keperluannya.” (Muttafaq ‘alaih)

Dalam hadis lain, Rasulullah saw bersabda:
مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ الله عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ, ةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ الله عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ
“Barang siapa yang memudah kesulitan seorang mu’min dari berbagai kesulitan-kesulitan dunia, Allah akan memudahkan kesulitan-kesulitannya pada hari kiamat. Dan siapa yang memudahkan orang yang sedang dalam kesulitan niscaya akan Allah memudahkan baginya di dunia dan akhirat.” (HR. Muslim).

Demikanlah beberapa ciri pribadi Muslim sajati. Wabah pandemi yang sedang melanda negeri ini harus menjadikan kita semakin peka terhadap problem-problem sosial yang ada. Jangan sampai kita tetawa disaat ada yang menderita. Pesan nabi, seorang Muslim itu bagaikan sebuah bangunan yang satu sama lain harus saling menguatkan.

Seorang Muslim juga diumpamakan bagaikan satu tubuh. Jika ada anggota tubuh yang lain sakit, maka anggota tubuh yang lainnya juga ikut merakan sakit. Kelak, ketika wabah ini telah pergi, sikap silidariras (ta’awun) harus tetap terpatri. Itulah ciri pribadi Muslim sejati.